“Seandainya aku tidak pernah mengenal TUHAN, aku pasti akan menjadikan Ibuku sebagai Tuhanku”
Ibu…………………………..
Indahnya bunga-bunga
Tidak bisa menggantikan indahnya senyummu
Hangatnya sinar matahari pagi
Tidak bisa menggantikan hangatnya pelukanmu
Lembutnya sutera
Tidak bisa menggantikan lembutnya belaianmu
Terangnya sinar matahari
Tidak bisa menggantikan terangnya sinar matamu
Manisnya gula
Tidak bisa menggantikan manisnya ucapanmu
Ibu……………………………
Tidak ada hal yang bisa membalas jasa-jasamu
Biar
Allah saja yang balas
Karena
Balasan
Allah akan jauh lebih indah daripada balasan anakmu ibu
Ah
ibu berapa banyak kata lagi untuk mengungkapkan segala kebaikanmu. Tidak akan pernah habis ibu.
Menulis tentangmu, selalu saja airmata ini tak bisa
terbendung. Selalu saja ada penyesalan yang sangat dalam di hatiku.
Dia hanya wanita biasa, wanita yang tidak pernah
neko-neko. Wanita yang selalu menurut pada perkataan orang tuanya, wanita
begitu penyayang pada adik-adiknya. Wanita yang sangat memuliakan ibunya,
wanita yang doa-doanya tak pernah putus, wanita yang selalu tersenyum meski
penderitaan tak pernah putus darinya. Ah tidak akan cukup kata-kata untuk menggambarkanmu, ibu.
Lagi-lagi cerita ini pasti akan menguras air mataku.
Dibesarkan dalam keluarga yang bahkan terbilang sangat
miskin, harus berbagi makanan dengan 6 orang saudaranya. Sebagai anak pertama
dengan 6 orang adik, ibu mempunyai tanggung jawab yang besar. Beliau selalu
mengushakan adik-adiknya makan meski dia sendiri belum makan, bahkan rela berhutang pada
tetangga demi perut adik-adiknya. Tidak hanya itu beliau pun tidak mau
melanjutkan dan memilih bekerja untuk
membiayai sekolah adik-adiknya.
Saat usia 17 tahun ibu pun menikah, alih-alih mendapat
kebahagian, justru kesedihan yang ia dapat. Harus tinggal dengan ibu mertua
yang selalu saja merendahkannya dan mencampuri urusan rumah tangganya, yang
meminta uang padanya meski itu hasil jerih payahnya pergi ke sawah. Meski
begitu saat ibu mertuanya sakit, beliau pun yang merawatnya. Sungguh tidak ada
rasa benci pada mertuanya.
Oh, ibu terbuat dari apa hatimu. Jika saja itu aku, sudah
pasti aku tinggalakn rumah mertuaku itu.
Suami pun bukanlah suami yang bisa membuatmu bahagia.
Bapak yang terus membela ibu dan adik-adiknya, hingga perlakuan bapak yang
kadang kasar. Sering aku melihatmu menangis sendirian. Aku masih kecil, tapi
aku tahu betapa menderitanya dirimu. Belum lagi banyaknya penyakit yang engkau
derita, dari sakit sesak napas, telinga kemasukan kecoa dan sakit gigi.
Sungguh Allah memberikan ujian dan cobaan yang berat pada
ibu.
Tapi semua itu belum cukup, Allah masih memberikan ujian
untuk ibu.
Ibu harus rela kehilangan satu
matanya, aku yang melihat
bagaimana ibu menahan sakit di matanya berhari-hari demi berharap matanya masih bisa diselamatkan
sampai kemudian harus kehilangan satu matanya. Seandainya aku boleh nego sama Allah, aku ingin bertukar sesuatau sama
Allah agar mata ibuku tidak diambil, aku minta sama Allah agar mataku saja yang
diambil, jika itu pun masih kurang,
ambil saja nyawaku
sebagai gantinya. Ibuku yang baik, ibuku yang selalu mengalah untuk siapapun,
ibuku yang belum pernah aku lihat bahagia.
Semoga cobaan-cobaan ini adalah tangga untuk ke surga,
ikhlaskan hati ibu, menerima segala takdirMu, ikhlaskan Ibu atas suratanMu. ALLAH sedang mempersiapkan surga
terindah untukmu, Ibu. Semoga kita bertemu di
surga itu dan aku bisa melihat senyummu yang tulus. Senyum yang sangat
jarang terlihat.
Ya Allah,
tolong buat ibuku bahagia. Karena aku hanya anak yang belum mampu membuatnya
bahagia. Seandainya aku tidak pernah mengenalMu,
aku pasti akan menjadikan Ibuku sebagai Tuhanku. Aku akan berusaha mematuhi
perintahnya, dan menjauhi larangannya.
Aku inga pernah mendengarkan
hotbah jumat di masjid dekat rumah. Saat itu hotib sedang menceritakan seorang
sahabat yang bertanya kepada Umar bin Hatab.
“Wahai
Umar, aku telah mengendong ibuku untuk berhaji dari madinah ke mekah, melakukan
tawaf dan sai sambil mengendong beliau, apakah itu cukup untuk membalas jasa ibuku?”
Lalu umar menjawab
“Wahai
sahabatku, seandainya kamu mengendong ibumu untuk haji dari madinah ke mekah
dan tawaf serta sai sampai 100 kali pun, itu belum cukup untuk membalas
kebaikan ibumu”
Subhanallah betapa Allah menempatkan seorang ibu
pada posisi yang sangat tinggi.
Ya Allah bahagiakan Ibuku dengan caraMu ya
Allah. Jika ibuku berdosa ampunilah dosanya,
Ibuku yang berkorban
habis-habisan
untuk membuat anaknya sukses, untuk membuat
anak-anaknya bahagia dan
anak belum tentu seorang anak bisa membahagiakan
ibunya habis-habisan. Aku benar-benar
menyadari betapa berat tugas seorang ibu, tapi toh ibu tetap melakukannya
dengan baik, tanpa keluhan. Seandainya waktu bisa dibalikkan, aku akan membuat
ibuku lebih bahagia. Karena engkau juga yang telah membuatku
bahagia dan bangga memiliki ibu sepertimu.
Terima kasih telah memeriahkan GA Sejuta Kisah Ibu di rosimeilani.com
BalasHapus