![]() |
Foto diambil di sini |
"After a few more restaurant meals, I notice that the French Families all around us don’t look like they’re in hell. Weirdly, they look like they are on vacation. French children the same age as Bean are sitting contentedly in their high chairs, waiting for their food, or eating fish and even vegetables. There’s no shrieking or whining. Everyone is having one course at a time. And there’s no debris around their tables". (Bringing Up Bebe halaman 2)
Setelah
beberapa kali makan di restoran, Pamela melihat ada yang berbeda dengan
anak-anak Prancis. Saat makan di restoran, mereka seperti sedang berpiknik.
Mereka bisa duduk diam sambil menunggu makanan yang dipesan datang. Tidak
merengek minta makanan cepat datang. Pun
saat makan tidak ada remahan makanan yang berceceran. Pamela penasaran dan
mulai memperhatikan bagaimana orang-orang Prancis mendidik anaknya.
Tulisan ini ada di buku berjudul “Bring up bebe”. Buku ini membahas bagaimana
orang tua di Prancis mendidik anak-anak mereka untuk bisa bersikap baik seperti ini. Buku
ini ditulis oleh Pamela Druckerman. Dia adalah mantan reporter untuk The wall street Journal. Buku ini
ditulis saat Pamela pindah ke Paris. Pamela sendiri adalah orang Amerika dan suaminya orang
Inggris, tapi bekerja di Paris. Berawal dari sebuah makan malam di sebuah
restoran saat dia mulai menyadari adanya perbedaan anaknya dengan anak-anak di
Paris. Anak-anak Amerika cenderung berantakkan saat makan di restauran,
sedangkan anak-anak Prancis sangat teratur.
Mereka bisa menunggu makanan datang dengan sabar sembari duduk
tenang. Mereka
juga bisa makan dengan baik tanpa memainkan makanan atau
melempar makanan. Sedangkan anaknya baru beberapa menit sudah mulai menumpahkan
garam dan menyobek bungkus gula. Kemudian meminta turun dari kursinya agar bisa
berlarian di restoran. Mereka pun harus buru-buru meninggalkan restoran.
Bagaimana dengan anak-anak Indonesia, tidak jauh berbeda bukan dengan anak-anak Amerika.
Kita pasti sering menemukan kejadian serupa di restoran khususnya restoran
cepat saji yang menyediakan arena playground. Tempat makan itu seperti bukan
sebuah tempat makan lagi, tapi lebih menyerupai playground atau taman bermain.
Kita tidak akan menemukan meja yang benar-benar bersih saat sebuah keluarga
dengan anak-anak kecil mereka. Nasi berserakan di meja, saus berceceran. Belum air yang tumpah
ke lantai. Pun tidak berbeda dengan makan di restoran yang lebih bersih. Kita
tetap akan melihat anak-anak yang berlarian. Tidak bisa duduk sebentar saja.
Saya pun mengalami pengalaman yang sama saat membawa anak saya yang waktu itu usia
2 tahunan. Syukurnya anak saya tidak terlalu berlarian, hanya saat setelah dia
selesai makan lalu akan mencari kegiatan yang asyik menurutnya apalagi jika
bukan berlarian di tempat makan. Kadang saya membawa beberapa mainan yang akan
membuatnya diam untuk beberapa menit, seperti mobil-mobilan atau kegiatan seperti
menempelkan stiker di buku atau membawa buku cerita agar dia bisa diam, setidaknya
sampai kami selesai makan. Saya juga lebih memilih untuk makan di rumah saja atau
minta dibungkus saja makanannya. Makan di restoran sepertinya menjadi hal yang
sangat menjengkelkan.
Bersikap tenang di restoran
hanya salah satu hal
yang dibahas di buku ini.
Banyak hal lain yang akan kita temukan dalam setiap chapter di
buku ini. Bagaimana ibu-ibu di Amerika (juga Indonesia) begitu stress saat
punya bayi karena mereka harus begadang menenangkan bayi mereka. Sementara ibu-ibu di Prancis bisa tidur dengan nyenyaknya. Bayi mereka sudah bisa tidur
sendiri di malam hari dan hanya bangun 2-3 kali itu pun hanya 5 menit. Pembahasan tentang memasukkan anak ke daycare, jam
makan, menyusui dan hal lain yang akan saya bahas sedikit yang masih relate
dengan model pola asuh di Indonesia.
Orang
tua di Prancis sudah biasa memasukkan anak-anak mereka ke day care saat usianya baru 2 tahun. Sedangkan di
Amerika hal ini
tidak lazim. Begitu pun di Indonesia. Orang tua akan cenderung membayar baby
sitter atau nanny
untuk mengasuh anak mereka. Apa alasan orang tua di Prancis memasukkan anak mereka ke daycare di usia
yang masih tergolong kecil. Kita akan temukan di buku ini.
Ada
lagi pembahasan waktu makan anak atau jam makan anak-anak. Jika di Prancis hanya
ada 4 kali makan, makan pagi, makan siang, snack sore dan makan malam.
Sedangkan di Indonesia yang saya perhatikan adalah makan pagi, makan buah,
makan snack, makan siang, snack sore, makan malam. Lumayan banyak waktu makannya ya.
Pembahasan
yang masih hangat di Indonesia pun dibahas dibuku ini yaitu “breastfeeding”
atau menyusui. Saya
pun tertarik. Alasan mereka menyusui sangat berbeda dengan alasan menyusui
sebagian besar ibu-ibu di Indonesia, ya terlepas dari budaya dan agama yang
mempengaruhi. Terus kenapa kebanyakan ibu di Prancis adalah seorang pekerja atau
working mom. Apa alasannya. Jawabannya ada di buku ini.
Di Indonesia, khususnya keluarga kelas bawah yang tinggal di perkampungan di
tengah kota yang tingkat pendidikannya rendah banyak yang berbicara kasar dan
tidak pantas. Kata-kata
seperti a*nj**ng, b**o dan lainnya.
Ternyata di Paris anak-anak diperbolehkan mengatakan hal tersebut.
Di sana anak-anak biasa mengatakan caca boudin, semacam umpatan. Tapi bagaimana
penerapannya. Hal itu akan dibahas juga dalam buku ini. Anak-anak juga
terkadang punya rasa marah atau kesal. Mereka boleh melampiaskan kemarahan
mereka tapi itu pun ada aturannya. Sedangkan di Indonesia, saat kita cenderung mengatakan
kamu tidak boleh mengatakan “bad words” itu. Sedangkan pada kenyataannya di
sekitar mereka justru orang-orang dewasa sering mengucapkannya.
Di
Prancis dan juga beberapa negara di Eropa, setiap sekolah menerapkan summer trip untuk anak-anak usia 4 sampai 8
tahun (hal ini pun dibahas dalam buku Teach Like Finland) yang dikarang oleh
Timothy D Walker. Mungkin Anda berpikir bahwa trip ini hanya 2 hari dan orang tua harus ikut. Ternyata
trip itu adalah 8 hari dan orang tua tidak boleh mendampingi. Bagaimana jika
ini diterapkan di Indonesia ya. Pasti banyak yang ga mau ikut, termasuk saya.
Karena alasan keamanan, anak yang masih kecil, bagaimana jika dia lapar,
bagaimana jika di perlu sesuatu, banyak alasannya. Bahkan Pamela pun
awalnya khawatir dan tidak rela melepaskan anaknya untuk liburan 8 hari tanpa
dirinya. Bagaimana dia mengatasinya. Pembahasannya dibuku ini.
Masih
banyak hal yang akan dibahas dalam buku ini seperti bagaimana ibu-ibu di Prancis begitu seksi meski
sudah punya 3 anak, tidak seperti kebanyakan
ibu-ibu di Amerika atau Indonesia apalagi India
dan Arab ya. Setelah melahirkan otomatis badannya langsung besar. (jangan
tersinggung dulu ya). Apa ya kiat-kiat mereka agar tetap langsing?
Kemudian
bagaimana hubungan antara suami dan istri setelah punya anak. Ada juga pembahasan
tentang sex setelah mereka punya anak. Bagaimana
saat anak-anak sudah mulai tumbuh dewasa. Memang tidak semua yang ada dalam buku
ini bisa diterapkan di Indonesia. Di Prancis, anak usia 17 tahun diperbolehkan
untuk tinggal sendiri. Kalau di Indonesia
hanya saat kuliah, bekerja atau setelah menikah boleh keluar dari rumah. Mungkin
hanya anak-anak kuliah yang bisa kos karena rumahnya jauh, jika rumahnya masih
terjangkau dengan kendaraan, maka mereka tidak diizinkan untuk tinggal sendiri.
Orang tua khawatir anak mereka akan mengikuti pergaulan bebas jika tidak
diawasi.
Banyak
sekali ilmu yang bisa kita ambil dari buku ini yang tebalnya 260 halaman. Lumayan ya apalagi kalau bahasanya Bahasa inggris,
jadi malas bacanya ya. Untungnya sekarang sudah ada versi terjemahan Bahasa Indonesia. Jadi lebih mudah dicerna. Cocok juga dibaca untuk
yang mau menikah sebagai bekal saat
punya anak. Menurut
saya buku ini sangat “worth reading”. Bahkan untuk guru-guru di playgroup atau
di daycare. Bahasanya pun mudah
dimengerti, ringan, santai dan lucu juga meski memakai Bahasa Inggris. Jika ada
yang tidak dimengerti tinggal buka kamus online.(ga kaya dulu ya meski cari
kamus dulu).
Buat
yang sudah baca buku ini pasti bilang buku ini bagus. Saya seharusnya membaca
buku ini sebelum punya anak tapi
tidak ada salahnya membaca buku ini meski
anak sudah besar sebagai ilmu buat saya. buku ini layak
menjadi
referensi orang tua dan calon orang tua
di Indonesia untuk mendidik anaknya mempunyai sikap yang baik dan demi keharmonisan rumah
tangga. Adapun yang tidak sesuai dengan adat dan budaya di Indonesia, maka
tidak perlu dipakai.
Once
you read this book, you can’t stop reading it.
Tidak ada komentar: